Apa doa buka puasa ? bacaan doa buka puasa yang shahih seperti apa ? mana doa buka puasa yang benar ? Jika pertanyaan pertanyaan tersebut selalu mengganggu pikiranmu silahkan baca artikel ini secara lengkap sampai selesai. 

Sate

Berikut ini adalah do'a buka puasa yang bisa kamu amalkan =

Do’a pertama:

Terdapat sebuah hadits tentang doa berbuka puasa, yang diriwayatkan dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,

ذَهَبَ الظَّمَأُ، وابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ، وثَبَتَ اْلأَجْرُ إِنْ شَاءَاللهُ

Arti dari doa buka puasa tersebut adalah 

[Telah hilanglah dahaga, telah basahlah kerongkongan, semoga ada pahala yang ditetapkan, jika Allah menghendaki] (HR Abu Daud dan selainnya)

Dari Abdulloh Ibnu Umar radhiallahu ‘anhuma, beliau mengatakan:

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: «ذَهَبَ الظَّمَأُ وَابْتَلَّتِ الْعُرُوقُ… »

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, apabila beliau berbuka, beliau membaca: “Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu…” (HR. Abu Daud, Ad-Daruquthni dalam sunannya, Al-Bazzar dalam Al-Musnad, dan Al-Baihaqi dalam As-Shugra. Hadis ini dinilai hasan oleh Al-Albani).

Kapan Doa Ini Diucapkan?

Umumnya doa terkait perbuatan tertentu, dibaca sebelum melakukan perbuatan tersebut. Doa makan, dibaca sebelum makan, doa masuk kamar mandi, dibaca sebelum masuk kamar mandi, dst. Nah, apakah ketentuan ini juga berlaku untuk doa di atas?

Yang dimaksud dengan إذا أفطر  adalah setelah makan atau minum yang menandakan bahwa orang yang berpuasa tersebut telah “membatalkan” puasanya (berbuka puasa) pada waktunya (waktu berbuka). Oleh karena itu doa ini tidak dibaca sebelum makan atau minum saat berbuka. 

Sebelum makan tetap membaca basmalah, ucapan “bismillah” sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,


إِذَا أَكَلَ أَحَدُكُمْ فَلْيَذْكُرِ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فَإِنْ نَسِىَ أَنْ يَذْكُرَ اسْمَ اللَّهِ تَعَالَى فِى أَوَّلِهِ فَلْيَقُلْ بِسْمِ اللَّهِ أَوَّلَهُ وَآخِرَهُ

“Apabila salah seorang di antara kalian makan, maka hendaknya ia menyebut nama Allah Ta’ala. Jika ia lupa untuk menyebut nama Allah Ta’ala di awal, hendaklah ia mengucapkan: “Bismillaahi awwalahu wa aakhirohu (dengan nama Allah pada awal dan akhirnya)”. (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi. At Tirmidzi mengatakan hadits tersebut hasan shahih. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits tersebut shahih)

Karena itu, urutan yang tepat untuk doa ketika berbuka adalah:

1. Membaca basmalah sebelum makan kurma atau minum (berbuka).

2. Mulai berbuka

3. Membaca doa berbuka: Dzahaba-zh Zama’u, Wabtalati-l ‘Uruuqu…dst.

Adapun ucapan وثبت الأجر maksudnya “telah hilanglah kelelahan dan telah diperolehlah pahala”, ini merupakan bentuk motivasi untuk beribadah. Maka, kelelahan menjadi hilang dan pergi, dan pahala berjumlah banyak telah ditetapkan bagi orang yang telah berpuasa tersebut.

Do’a kedua:

Adapun doa yang lain yang merupakan atsar dari perkataan Abdullah bin ‘Amr bin al-‘Ash radhiyallahu ‘anhuma adalah,

اَللَّهُمَّ إنِّي أَسْألُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ، أنْ تَغْفِرَ لِيْ

Maksud doa buka puasa adalah 

[Ya Allah, aku memohon rahmatmu yang meliputi segala sesuatu, yang dengannya engkau mengampuni aku](HR. Ibnu Majah, dinilai hasan oleh al-Hafizh dalam takhrij beliau untuk kitab al-Adzkar)

Anjuran Memperbanyak Doa Ketika Berbuka Puasa
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

ثَلَاثٌ لَا تُرَدُّ دَعْوَتُهُمْ: الْإِمَامُ الْعَادِلُ، وَالصَّائِمُ حَتَّى يُفْطِرَ، وَدَعْوَةُ الْمَظْلُومِ يَرْفَعُهَا اللَّهُ فَوْقَ السَّحَابِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ

“Ada tiga orang yang doanya tidak ditolak: Pemimpin yang adil, orang yang berpuasa sampai dia berbuka, dan doa orang yang didzalimi, Allah angkat di atas awan pada hari kiamat.”

(HR. At-Tirmidzi 2526, Thabrani dalam Al-Ausath 7111. Syaikh Aqil bin Muhamad Al-Maqthiri mengatakan: Hadis ini statusnya hasan berdasarkan gabungan semua jalurnya. Hadis ini juga dinilai hasan oleh Al-Hafidz Ibnu Hajar dalam Talkhis Al-Habir, 2:96).

Hadis di atas menunjukkan anjuran bagi orang yang sedang puasa untuk memperbanyak berdoa sebelum dia berbuka. Sebagian ulama menegaskan bahwa hadis ini tidak ada hubungannya dengan berdoa ketika berbuka. Karena teks hadis ini bersifat umum, bahwa orang yang sedang berpuasa memiliki pelluang dikabulkan doanya di setiap waktu dan setiap kesempatan, sebelum dia berbuka. (I’lamul Anam bi Ahkam As-Shiyam, Hal. 76).

Akan tetapi disebutkan dalam sunan Tirmidzi, redaksi yang serupa dinyatakan:

وَالصَّائِمُ حِينَ يُفْطِرُ

“Orang yang berpuasa ketika berbuka.” (Sunan At-Tirmidzi 2526).

Makna tersirat dari hadis menunjukkan bahwa anjuran memperbanyak doa itu terakait dengan kegiatan berbuka. Allahu a’lam.

Keterangan ini juga dikuatkan dengan riwayat dari Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:

إن للصائم عند فطره لدعوة ما ترد

“Sesungguhnya orang yang berpuasa memiliki doa yang tidak akan ditolak ketika berbuka.” (HR. Ibnu Majah 1753, Al-Hakim 1/422, Ibnu Sunni 128, dan At-Thayalisi 299 dari dua jalur. Al-Bushiri mengatakan (2/81): ‘Sanad hadis ini shahih, perawinya tsiqqah’. Demikian keterangan dari Shifat Shaum Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, Hal. 67 – 68).

Kemudian, doa-doa kebaikan ini selayaknya dibaca sebelum memulai berbuka. Karena ketika belum berbuka, seseorang masih dalam kondisi puasa, dan bahkan di puncak puasa, sehingga dia lebih dekat dengan Allah Ta’ala. Sementara ketika dia (Dari Fatwa Islam, no. 14103).

Doa Apa yang Bisa Dibaca Ketika Hendak Berbuka?
Anda bisa membaca doa apapun yang Anda inginkan. Baik terkait kehidupan dunia maupun akhirat. Karena waktu menjelang berbuka adalah waktu yang mustajab.

Kemudian, disebutkan dalam riwayat Ibnu Majah, bahwa ketika berbuka, sahabat Abdullah bin Amr bin Ash radhiallahu ‘anhu, membaca doa tertentu.

Dari Ibnu Abi Mulaikah (salah seorang tabiin), beliau menceritakan: Aku mendengar Abdullah bin Amr ketika berbuka membaca doa:

اللهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ بِرَحْمَتِكَ الَّتِي وَسِعَتْ كُلَّ شَيْءٍ أَنْ تَغْفِرَ لِي

“Ya Allah, aku memohon kepada-Mu dengan rahmat-Mu yang meliputi segala sesuatu, agar Engkau mengampuniku.” (Sunan Ibnu Majah, 1/557 dan Al-Baihaqi dalam Syu’abul Iman, 3621)

Populer tak selamanya jadi jaminan benar. Begitulah yang terjadi pada “doa berbuka puasa”. Doa yang selama ini terkenal di masyarakat kita, belum tentu shahih derajatnya.

Doa Berbuka Puasa yang Terkenal di Tengah Masyarakat

Lafazh pertama:

اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت

”Ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka.”

Doa ini merupakan bagian dari hadits dengan redaksi lengkap sebagai berikut:


عَنْ مُعَاذِ بْنِ زُهْرَةَ، أَنَّهُ بَلَغَهُ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ كَانَ إِذَا أَفْطَرَ قَالَ: اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ، وَ عَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ

“Dari Mu’adz bin Zuhrah, sesungguhnya telah sampai riwayat kepadanya bahwa sesungguhnya jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau membaca (doa), ‘Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthortu-ed’ (ya Allah, untuk-Mu aku berpuasa dan dengan rezeki-Mu aku berbuka).” (HR Abu Daud)

Hadits tersebut diriwayatkan oleh Abu Daud, dan dinilai dhaif oleh Syekh al-Albani dalam Shahih wa Dhaif Sunan Abi Daud.

Penulis kitab Tahdzirul Khalan min Riwayatil Hadits hawla Ramadhan menuturkan, “(Hadits ini) diriwayatkan oleh Abu Daud dalam Sunannya (2/316, no. 358). Abu Daud berkata, ‘Musaddad telah menyebutkan kepada kami, Hasyim telah menyebutkan kepada kami dari Hushain, dari Mu’adz bin Zuhrah, bahwasanya dia menyampaikan, ‘Sesungguhnya jika Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbuka puasa, beliau mengucapkan, ‘Allahumma laka shumtu wa ‘ala rizqika afthartu.’”[2]

Mua’dz ini tidaklah dianggap sebagai perawi yang tsiqah, kecuali oleh Ibnu Hibban yang telah menyebutkan tentangnya di dalam Ats-Tsiqat dan dalam At-Tabi’in min Ar-Rawah, sebagaimana al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Tahdzib at-Tahdzib (8/224).[2]
Dan seperti kita tahu bersama bahwa Ibnu Hibban dikenal oleh para ulama sebagai orang yang mutasahil, yaitu bermudah-mudahan dalam menshohihkan hadits-ed.

Keterangan lainnya menyebutkan bahwa Mu’adz adalah seorang tabi’in. Sehingga hadits ini mursal (di atas tabi’in terputus). Hadits mursal merupakan hadits dho’if karena sebab sanad yang terputus. Syaikh Al Albani pun berpendapat bahwasanya hadits ini dho’if.[3]

Hadits semacam ini juga dikeluarkan oleh Ath Thobroni dari Anas bin Malik. Namun sanadnya terdapat perowi dho’if yaitu Daud bin Az Zibriqon, di adalah seorang perowi matruk (yang dituduh berdusta). Berarti dari riwayat ini juga dho’if. Syaikh Al Albani pun mengatakan riwayat ini dho’if.[4]
Di antara ulama yang mendho’ifkan hadits semacam ini adalah Ibnu Qoyyim Al Jauziyah.[5]

Lafazh kedua:


اللّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَبِكَ آمَنْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْت

“Allahumma laka shumtu wa bika aamantu wa ‘ala rizqika afthortu” (Ya Allah, kepada-Mu aku berpuasa dan kepada-Mu aku beriman, dan dengan rizki-Mu aku berbuka).”

Mulla ‘Ali Al Qori mengatakan, “Tambahan ‘wa bika aamantu‘ adalah tambahan yang tidak diketahui sanadnya, walaupun makna do’a tersebut shahih.”[6]
Artinya do’a dengan lafazh kedua ini pun adalah do’a yang dho’if sehingga amalan tidak bisa dibangun dengan do’a tersebut.